PASER – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Paser tengah fokus dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025-2045 setelah melakukan kunjungan kerja (Kunker) ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI beberapa waktu lalu.
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Paser, Hendrawan Putra mengaku, RPJPD sangat penting untuk dibahas karena menjadi acuan untuk pembangunan daerah utamanya membahas persoalan kompleks yang terjadi di Kabupaten Paser.
“RPJPD paling mendasar dalam 20 tahun kedepan ialah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), disahkan oleh Provinsi Kaltim yang bersinggungan dengan Kabupaten dan Kota,” kata Hendrawan.
Diakuinya, hingga kini DPRD Kabupaten Paser belum menerima RTRW dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim maupun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Paser yang menjadi salah satu acuan dalam menetapkan RPJPD.
“Untuk menetapkan RPJPD harus jelas dulu, mana batas pemukiman, perkebunan, perumahan, batas pertambangan yang punya HGU PKP2B dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Salah satunya seperti di Kecamatan Muara Samu yang memiliki obyek wisata Gunung Saing Boga dan masuk dalam kawasan HGU perusahaan perkebunan. Mestinya kawasan parawisata dikeluarkan dari HGU perusahaan, terlebih dahulu.
“Daerah wisata harus dikeluarkan dari HGU perusahaan, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Jangan sampai suatu saat perusahaan mengklaim wilayah HGU-nya, sehingga timbul masalah,” ulasnya.
Hal lainnya, Hendrawan mencontohkan seperti di Desa Sungai Tuak yang dijadikan sebagai pusat wisata kuliner. Ada Undang-undang No 14 tahun 2003 tentang lokasi perindustrian jangka panjang, termasuk dalam RPJPD perindustrian itu.
Dari aturan yang ada, sambung Hendrawan, Pemerintah diwajibkan memplot daerah-daerah kawasan industri, seumpama Desa Sungai Tuak dijadikan pusat industri tekstil dan lain sebagainya.
“Sementara di satu sisi, RTRW di Sungai Tuak dijadikan sebagai lumbung padi daerah dan sekarang dijadikan sebagai pusat wisata kuliner,” katanya.
Hendrawan mengakui, ada banyak masalah yang kompleks berkaitan dengan RPJPD sehingga Komisi I DPRD Paser melakukan konsultasi ke kementerian. Seperti persoalan tanah 512 hektar di Desa Tapis yang masuk dalam Hak Pengelolaan Lahan (HPL) transmigrasi.
“Alhamdulillah masalah HPL itu sudah ada jalan keluarnya, dengan catatan lahan 512 itu diganti. Itulah kegiatan kunjungan kerja kami di Komisi I DPRD Paser, jadi banyak konflik itulah yang harus dibenahi dari sekarang,” tutup Hendrawan Putra. (ADV/BS)