spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Paser Bak Gunung Es

PASER – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Paser mengakui,
maraknya kasus kekerasan dengan korban didominasi perempuan dan anak namun tidak dilaporkan, berdampak pada kesulitan pihak terkait dalam penanganannya.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Paser, Amir Faisol menyatakan, hal itu jadi kesulitan tersendiri bagi pemerintah dalam pemantauan dan pendampingan.

“Banyaknya kasus-kasus Kekerasan seperti KDRT, seksual, bullying atau perundungan, penelantaran, kekerasan fisik, eksploitasi, dan macam-macam kekerasan sering kali tidak terlaporkan,” kata Amir.

Dari yang ia ketahui, hal itu terjadi karena sebagian besar masyarakat menanggap bahwa fenomena seperti itu merupakan aib yang tidak pantas diketahui oleh orang lain sehingga enggan melaporkan setiap peristiwa yang terjadi.

Sederet kasus yang terdata, lanjut Amir, sebanyak 22 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi sejak Januari sampai Juli 2022. Sementara hingga kini kian bertambah namun belum dapat ia sampaikan jumlahnya.

Sebagian dari jumlah kasus itu, hingga kini masih dilakukan pendampingan. Ia menerangkan untuk meminimalisasi kasus kekerasan, pihaknya memaksimalkan peran masyarakat dan lintas sektor melalui kegiatan rapat koordinasi beberapa waktu lalu.

Baca Juga:   Istri Pejabat di Paser Nyaris Duduk, Namun Gagal Karena Selisih 1 Suara

Plt. Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DP2KBP3A Kabupaten Paser, Kasrani menyatakan, adanya peningkatan kekerasan setiap tahun, menunjukkan belum optimalnya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang komprehensif.
“Kita ketahui bersama bahwa kasus kekerasan juga seringkali dianggap sebagai fenomena gunung es, di mana kasus yang terjadi sebenarnya jauh lebih banyak dari yang dilaporkan,” katanya.

Oleh karena itu, katanya, perlu upaya dari berbagai pihak termasuk organisasi masyarakat, lembaga keagamaan, organisasi profesi, dan perguruan tinggi untuk mencegah dan menurunkan potensi terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Kita mengupayakan agar semua pihak turut terlibat, agar kedepan potensi seperti ini kian menurun,” pungkasnya. (bs)

BERITA POPULER